Fenomena korupsi di Indonesia merupakan masalah yang kompleks dan mendalam. Permasalahan korupsi tersebut tentu memengaruhi berbagai aspek kehidupan di negara ini baik pada sektor politik, ekonomi, maupun sosial. Akibat dari korupsi maka hal ini dapat menghambat pembangunan ekonomi, merusak integritas institusi publik, serta mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Berdasarkan data Indeks Persepsi Korupsi (CPI) tahun 2023 yang dirilis oleh Transparency International, Indonesia masih memperoleh skor 34 dari 100. Capaian nilai tersebut masih sama dengan skor pada tahun sebelumnya. Skor CPI Indonesia sebesar 34 tersebut menunjukkan bahwa tingkat korupsi di negara ini masih tinggi. Sementara itu, jika dilihat dari segi peringkat, posisi CPI Indonesia justru mengalami penurunan dari posisi 110 pada tahun 2022 ke posisi 115 pada tahun 2023. Stagnasi nilai CPI Indonesia serta adanya penurunan posisi nilai tersebut dibandingkan negara lain menunjukan bahwa belum ada perbaikan yang signifikan dalam pemberantasan korupsi di negeri ini.
Kondisi stagnan nilai CPI Indonesia pada tahun 2023 juga sebanding dengan adanya peningkatan tindak pidana korupsi pada tahun tersebut. Berdasarkan data Tindak Pidana Korupsi yang dikeluarkan oleh KPK, pada tahun 2023 terdapat 161 kasus yang terjadi pada instansi pemerintah. Nilai ini mengalami peningkatan sebesar 34,17 persen jika dibandingkan dengan jumlah Tindak Pidana Korupsi yang ditangani oleh KPK pada tahun 2022.
Korupsi merupakan salah satu risiko yang pasti ada dalam pengelolaan anggaran negara pada setiap instansi pemerintah. Sebagaimana yang terjadi juga pada negara Afrika Selatan, korupsi dalam pengelolaan anggaran negara dapat dikategorikan sebagai risiko tinggi akibat pengendalian yang selama ini dilakukan belum efektif (Mkhize & Nel, 2018). Oleh karenanya, dalam mengendalikan korupsi tersebut, perlu dilakukan penilaian risiko korupsi dalam suatu bentuk manajemen risiko yang efektif pada instansi pemerintah. Menurut Kong et al. (2018), melalui manajemen risiko maka hal ini dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja organisasi sektor publik.
Manajemen Risiko Pembangunan Nasional (MRPN)
Manajemen risiko dalam pembangunan nasional memiliki urgensi yang tinggi untuk diimplementasikan. Pada tahun 2023, pemerintah telah mengesahkan regulasi yang mengatur pelaksanaan manajemen risiko pada instansi pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Regulasi tersebut diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 39 tahun 2023 tentang Manajemen Risiko Pembangunan Nasional (MRPN). Perpres ini merupakan upaya dari pemerintah untuk mengatur manajemen risiko yang terintegrasi di berbagai entitas, termasuk kementerian, lembaga, pemerintah daerah, dan badan usaha dalam mencapai percepatan pembangunan nasional.
Dalam mengawal pembangunan nasional, manajemen risiko memiliki peran krusial dalam pencegahan korupsi. Terdapat beberapa manfaat utama manajemen risiko terhadap pencegahan korupsi. Adapun manfaat-manfaat tersebut diantaranya adalah peningkatan akuntabilitas, penciptaan integritas pimpinan, pengambilan keputusan yang berbasis data dan informasi akurat, serta pengawasan yang lebih ketat. Melalui pengintegrasian manajemen risiko dalam setiap aspek pembangunan nasional, Indonesia dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembangunan sekaligus memperkuat upaya pencegahan korupsi. Hal ini sejalan dengan cita-cita bangsa untuk mencapai masyarakat yang lebih adil dan makmur.
Pentingnya Kapasitas Kebijakan MRPN
Sebagai salah satu regulasi yang sudah ditetapkan pemerintah, kapasitas kebijakan MRPN perlu mendapatkan perhatian bersama pada setiap instansi pemerintah. Perhatian terhadap kapasitas kebijakan MRPN tersebut selanjutnya dapat memengaruhi keberhasilan atau kegagalan dalam implementasinya dalam mengawal pembangunan nasional. Mengacu pada definisi yang dikemukakan oleh Wu et al. (2015), kapasitas kebijakan dapat diartikan sebagai seperangkat keahlian dan sumberdaya ataupun kompetensi dan kapabilitas dalam menjalankan fungsi kebijakan. Oleh karena itu, berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam implementasi MRPN perlu diperhatikan keahlian maupun kompetensi penyelenggara pemerintah pada setiap instansi. Perhatian ini tentu saja bertujuan agar tujuan MRPN dapat tercapai secara efektif dalam mencegah terjadinya praktik korupsi dalam pelaksanaan pembangunan nasional.
Referensi:
Kong, Y., Lartey, P. Y., Bah, F. B. M., & Biswas, N. B. (2018). The value of public sector risk management: An empirical assessment of ghana. Administrative Sciences, 8(3). https://doi.org/10.3390/admsci8030040
Wu, X., Ramesh, M., & Howlett, M. (2015). Policy capacity: A conceptual framework for understanding policy competences and capabilities. Policy and Society, 34(3–4), 165–171. https://doi.org/10.1016/j.polsoc.2015.09.001
Mkhize,N.E. & Nel,D. (2018).Corruption Risk Assessment and Mitigation in the South African Public Sector . Administratio Publica, 26(4), 40-57.
Databoks. (2024). Skor Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2023 Stagnan, Peringkatnya Turun (31 Januari 2024). Diakses melalui https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2024/01/31/skor-indeks-persepsi-korupsi-indonesia-2023-stagnan-peringkatnya-turun
KPK. (2024). Statistik TPK berdasarkan Instansi (22 Januari 2024). Diakses Melalui https://www.kpk.go.id/id/statistik/penindakan/tpk-berdasarkan-instansi
Alumnus Magister Analisis Kebijakan Publik, FIA Universitas Indonesia